Minggu, 20 Desember 2015

Bahasa sebagai Representasi Budaya



Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktik penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang  ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. 

Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu secara bermakna, atau mempresentasikan pada orang lain. Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dan sebagainya yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas (Hartley,2010:265)
Representasi bekerja melalui sistem representasi. Sistem representasi ini terdiri dari dua komponen penting, yakni konsep dalam pikiran dan bahasa. Kedua komponen ini saling berelasi. Konsep dari suatu hal yang kita miliki dalam pikiran kita, membuat kita mengetahui makna dari hal tersebut. Namun, makna tidak akan dapat dikomunikasikan tanpa bahasa. Sebagai contoh sederhana, kita mengenal konsep gelas dan mengetahui maknanya. Kita tidak akan dapat mengkomunikasikan makna dari gelas (misalnya, benda yang digunakan orang untuk minum) jika kita tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa memang sangat dibutuhkan untuk berkomunikasi. Komunikasi harus disertai dengan pemahaman makna sehingga terjadi alur komunikasi yang baik dan benar. Salah satu contoh bahasa sebagai representasi budaya dalam kehidupan sehari-hari yaitu iklan. Iklan bekerja atas dasar identifikasi karena iklan hanya bekerja ketika kita mengidentifikasi apa yang direpresentasikan oleh imaji-imaji, imaji-imaji itu mengkonstruksi kita,melalui hubungan kita dengan mereka.
Saat ini banyak masyarakat khususnya wanita yang dibanjiri oleh beragam iklan produk yang hadir melalui televisi, radio, maupun media lainnya. Berbagai macam produk saling berlomba dalam melakukan beragam trik  untuk menawarkan hal-hal yang diinginkan khalayak, khususnya kaum wanita. Itu membuat wanita atau calon konsumen yang melihat iklan menjadi tertarik untuk menggunakan produk tersebut, iklan produk tersebut dengan bentuk penawaran yang sedemikian rupa memberikan pencitraan tersendiri dalam membentuk  suatu  frame dalam masyarakat. Dalam hal ini pesan iklan yang efektif bagi para pengiklan dan kreator iklan melalui penyampaian sisi imagistik, yakni simbolisasi suatu produk yang merupakan suatu  cara untuk membantu khalayak dalam mengidentifikasi produk yang diinginkan dan dibutuhkan.
Simbolisasi produk dalam iklan merupakan sebuah bentuk penyampaian kembali budaya dan nilai-nilai yang ada. Misalnya iklan sabun mandi, penyampaian dalam iklan produk-produk tersebut mengindikasikan bahwa hanya mereka yang berkulit putihlah yang cantik dengan kebanyakan menggunakan representasi selebriti wanita indonesia. Ini tidak menyampaikan kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan diyakini oleh masyarakat dimana iklan tersebut berada. Dalam iklan ini terdapat ketimpangan sosial dimana Indonesia sendiri dilihat dari ras yang memiliki kulit tidak hitam dan tidak putih atau sawo matang, sehingga memberikan frame pada masyarakat bahwa citra wanita cantik  Indonesia adalah mereka yang memiliki kulit putih dan mulus. Apabila ini dikaitkan dengan budaya dalam televisi, teks, dan penonton, bahwa iklan sabun maupun produk-produk kecantikan lain mengandung unsur hegemonic yang dimenangkan, sehingga kaum wanita yang kulitnya tidak putih melihat iklan tersebut menjadi tertarik dan ingin membeli produk itu.
Selain iklan yang banyak digandrungi oleh kaum wanita, hal-hal yang dapat dijadikan contoh dalam “bahasa sebagai representasi budaya dalam kehidupan sehari-hari” yaitu film. Film merupakan salah satu alat representasi budaya yang sangat berpengaruh dalam penyampaian budaya. Mengapa film termasuk ke dalam alat representasi budaya sehari-hari? Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam konsensus publik secara visual (visual public consensus), karena film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nilai yang ada di dalam masyarakat. (Irawanto, 1999:14)
Film mampu menangkap gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian disajikan kembali kepada masyarakat untuk mendapat apresiasi. Sebagai salah satu media komunikasi, film mengandung berbagai pesan yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Pesan-pesan tersebut dibangun dari berbagai macam tanda yang terdapat dalam film. Kemudian pesan-pesan tersebut disampaikan melalui bahasa sehingga penikmat film dapat memahami maksud dari film tersebut.
Hubungan antara film dan ideologi kebudayaannya bersifat problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik, budaya, tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut. Turner berpendapat bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan – untuk memperbarui, memproduksi, atau me-reviewnya – ia juga diproduksi oleh sistem-sistem makna itu. Dengan demikian, posisi film sesungguhnya berada dalam tarik ulur dengan ideologi kebudayaan dimana film itu diproduksi.
Melalui film sebenarnya kita banyak belajar tentang budaya. Baik itu budaya masyarakat di mana kita hidup di dalamnya, atau bahkan budaya yang sama sekali asing buat kita. Dan kita menjadi mengetahui bahwa budaya masyarakat ini begini dan budaya masyarakat itu begitu, terutama melalui film.
Film juga dilihat sebagai media sosialisasi dan media publikasi budaya yang ampuh dan persuasif. Buktinya adalah ajang-ajang festival film semacam Jiffest (Jakarta International Film Festival), Festival Film Perancis, Pekan Film Eropa, dan sejenisnya merupakan ajang tahunan yang rutin di selenggarakan di Indonesia.
Oleh karena itu, Film dapat pula mempengaruhi budaya dan dapat juga dijadikan representasi. Dalam kehidupan sehari-hari pun film sering diputar, terutama oleh para generasi muda. Yang belakangan sedang trend itu adalah K-pop, terutama K-Drama nya. Dengan adanya budaya luar yang masuk ke Indonesia melalui film, film dapat dijadikan media untuk menyalurkan budaya dari negara asalnya tersebut.
Ketika kita sedang melihat film luar, tentu saja kita mengalami kesulitan akan bahasa dari asal film tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya subtittle untuk kita dapat memahami bahasanya. Dengan begitu, bahasa sangat penting dalam dunia perfilman.
Dengan melihat 2 contoh diatas, Iklan dan juga film merupakan hal-hal yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Dan kedua hal tersebut merupakan alat representasi budaya yang didalamnya sangat membutuhkan bahasa untuk kita dapat memahami maknanya.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar