Menurut
Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktik penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang
sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan
berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu
membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara
dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Representasi berarti menggunakan bahasa untuk
menyatakan sesuatu secara bermakna, atau mempresentasikan pada orang lain.
Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dan sebagainya yang
‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada
tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran
bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal
balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari
realitas (Hartley,2010:265)
Representasi bekerja melalui sistem representasi.
Sistem representasi ini terdiri dari dua komponen penting, yakni konsep dalam
pikiran dan bahasa. Kedua komponen ini saling berelasi. Konsep dari suatu hal
yang kita miliki dalam pikiran kita, membuat kita mengetahui makna dari hal
tersebut. Namun, makna tidak akan dapat dikomunikasikan tanpa bahasa. Sebagai
contoh sederhana, kita mengenal konsep gelas dan mengetahui maknanya. Kita
tidak akan dapat mengkomunikasikan makna dari gelas (misalnya, benda yang
digunakan orang untuk minum) jika kita tidak dapat mengungkapkannya dalam
bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa memang sangat dibutuhkan
untuk berkomunikasi. Komunikasi harus disertai dengan pemahaman makna sehingga
terjadi alur komunikasi yang baik dan benar. Salah satu contoh bahasa sebagai
representasi budaya dalam kehidupan sehari-hari yaitu iklan.
Iklan bekerja atas dasar identifikasi karena iklan hanya bekerja ketika kita
mengidentifikasi apa yang direpresentasikan oleh imaji-imaji, imaji-imaji itu
mengkonstruksi kita,melalui hubungan kita dengan mereka.
Saat ini banyak masyarakat khususnya wanita yang
dibanjiri oleh beragam iklan produk yang hadir melalui televisi, radio, maupun
media lainnya. Berbagai macam produk saling berlomba dalam melakukan beragam
trik untuk menawarkan hal-hal yang diinginkan khalayak, khususnya kaum
wanita. Itu membuat wanita atau calon konsumen yang melihat iklan menjadi
tertarik untuk menggunakan produk tersebut, iklan produk tersebut dengan bentuk
penawaran yang sedemikian rupa memberikan pencitraan tersendiri dalam membentuk
suatu frame
dalam masyarakat. Dalam hal ini pesan iklan yang efektif bagi para pengiklan
dan kreator iklan melalui penyampaian sisi imagistik, yakni simbolisasi suatu
produk yang merupakan suatu cara untuk
membantu khalayak dalam mengidentifikasi produk yang diinginkan dan dibutuhkan.
Simbolisasi produk dalam iklan merupakan sebuah
bentuk penyampaian kembali budaya dan nilai-nilai yang ada. Misalnya iklan
sabun mandi, penyampaian dalam iklan produk-produk tersebut mengindikasikan
bahwa hanya mereka yang berkulit putihlah yang cantik dengan kebanyakan
menggunakan representasi selebriti wanita indonesia. Ini tidak menyampaikan
kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan diyakini oleh masyarakat dimana
iklan tersebut berada. Dalam iklan ini terdapat ketimpangan sosial dimana
Indonesia sendiri dilihat dari ras yang memiliki kulit tidak hitam dan tidak
putih atau sawo matang, sehingga memberikan frame
pada masyarakat bahwa citra wanita cantik Indonesia adalah mereka yang
memiliki kulit putih dan mulus. Apabila ini dikaitkan dengan budaya dalam
televisi, teks, dan penonton, bahwa iklan sabun maupun produk-produk kecantikan
lain mengandung unsur hegemonic yang dimenangkan, sehingga kaum wanita yang
kulitnya tidak putih melihat iklan tersebut menjadi tertarik dan ingin membeli
produk itu.
Selain iklan
yang banyak digandrungi oleh kaum wanita, hal-hal yang dapat dijadikan contoh
dalam “bahasa sebagai representasi budaya dalam kehidupan sehari-hari” yaitu
film. Film merupakan salah satu alat representasi budaya yang sangat
berpengaruh dalam penyampaian budaya. Mengapa film termasuk ke dalam alat
representasi budaya sehari-hari? Karakteristik film sebagai media massa juga
mampu membentuk semacam konsensus publik secara visual (visual public
consensus), karena film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat dan selera publik. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nilai
yang ada di dalam masyarakat. (Irawanto, 1999:14)
Film mampu
menangkap gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang
kemudian disajikan kembali kepada masyarakat untuk mendapat apresiasi. Sebagai
salah satu media komunikasi, film mengandung berbagai pesan yang ingin
disampaikan oleh penciptanya. Pesan-pesan tersebut dibangun dari berbagai macam
tanda yang terdapat dalam film. Kemudian pesan-pesan tersebut disampaikan
melalui bahasa sehingga penikmat film dapat memahami maksud dari film tersebut.
Hubungan
antara film dan ideologi kebudayaannya bersifat problematis. Karena film adalah
produk dari struktur sosial, politik, budaya, tetapi sekaligus membentuk dan
mempengaruhi struktur tersebut. Turner berpendapat bahwa selain film bekerja
pada sistem-sistem makna kebudayaan – untuk memperbarui, memproduksi, atau
me-reviewnya – ia juga diproduksi oleh sistem-sistem makna itu. Dengan
demikian, posisi film sesungguhnya berada dalam tarik ulur dengan ideologi
kebudayaan dimana film itu diproduksi.
Melalui film sebenarnya kita banyak
belajar tentang budaya. Baik itu budaya masyarakat di mana kita hidup di
dalamnya, atau bahkan budaya yang sama sekali asing buat kita. Dan kita menjadi
mengetahui bahwa budaya masyarakat ini begini dan budaya masyarakat itu begitu,
terutama melalui film.
Film juga dilihat sebagai media
sosialisasi dan media publikasi budaya yang ampuh dan persuasif. Buktinya
adalah ajang-ajang festival film semacam Jiffest (Jakarta International Film
Festival), Festival Film Perancis, Pekan Film Eropa, dan sejenisnya merupakan
ajang tahunan yang rutin di selenggarakan di Indonesia.
Oleh karena itu, Film dapat pula
mempengaruhi budaya dan dapat juga dijadikan representasi. Dalam kehidupan
sehari-hari pun film sering diputar, terutama oleh para generasi muda. Yang
belakangan sedang trend itu adalah
K-pop, terutama K-Drama nya. Dengan adanya budaya luar yang masuk ke Indonesia
melalui film, film dapat dijadikan media untuk menyalurkan budaya dari negara
asalnya tersebut.
Ketika kita sedang melihat film
luar, tentu saja kita mengalami kesulitan akan bahasa dari asal film tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan adanya subtittle
untuk kita dapat memahami bahasanya. Dengan begitu, bahasa sangat penting
dalam dunia perfilman.
Dengan melihat 2 contoh diatas,
Iklan dan juga film merupakan hal-hal yang sering kita temui dalam kehidupan
sehari-hari. Dan kedua hal tersebut merupakan alat representasi budaya yang
didalamnya sangat membutuhkan bahasa untuk kita dapat memahami maknanya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar