Sambasunda adalah kelompok musik tradisi, kreasi, dan
kontemporer yang garapan-garapannya mengakar pada seni tradisi Indonesia. Aktivitasnya
mencakup produksi rekaman, pelatihan, pertunjukan serta konservasi musik
tradisi. Ruang lingkup aktivitas Sambasunda lebih banyak menampilkan karya
musikal. Namun tidak hanya itu, Sambasunda sering pula melibatkan
garapan-garapan seni pertunjukan lain, seperti tari dan teater.
Sambasunda didirikan oleh Ismet Ruchimat, dkk. Pada tahun 1990
di Bandung. Bandung yang merupakan menjadi pusat kebudayaan Jawa Barat ini
merupakan lokalitas dari Sambasunda. Lokalitas budaya sendiri merupakan sebuah
wilayah yang masyarakatnya secara mandiri dan arbitrer bertindak sebagai pelaku
dan pendukung kebudayaan tertentu. Atau komunitas itu mengklaim sebagai warga
yang mendiami wilayah tertentu, merasa sebagai pemilik—pendukung kebudayaan
tertentu, dan bergerak dalam sebuah komunitas dengan sejumlah sentimen, emosi,
harapan, dan pandangan hidup yang direpresentasikan melalui kesamaan bahasa dan
perilaku dalam tata kehidupan sehari-hari.
Sambasunda
merupakan salah satu kelompok musik dari Bandung yang sudah menjadi world music. Sedangkan world music sendiri merupakan salah satu
dampak dari globalitas. Istilah globalisasi adalah transformasi
yang signifikan. Tradisi budaya seperti musik tradisional mungkin hilang atau
berubah menjadi tradisi gabungan. Globalisasi mampu menciptakan keadaan darurat
dalam rangka melestarikan musik. Globalisasi
mendorong fenomena World Music dengan
izin rekaman musik di suatu tempat untuk mencapai pendengar di dunia Barat yang
ingin mencari ide-ide baru dan suara. Sebagai contoh, banyak musisi barat yang
telah mengadopsi inovasi yang berasal dari budaya lain.
Pada tahun 1990 Sambasunda
didirikan dengan nama PRAWA, dan beranggotakan 10 orang personil. kelompok ini
konsisten membawakan garapan-garapan musik kreasi baru dengan perangkat
gamelan-gamelan tradisional. Tahun 1997
kelompok ini berganti nama menjadi CBMW. terasa adanya perbedaan dalam gaya
garapannya; lebih eksploratif, serta lebih fleksibel dalam menafsirkan
jargon-jargon musik tradisi (karawitan). Perubahan pada gaya-gaya garapan ini
nampaknya sebagai pengaruh langsung dari eksperimentasi serta pengolahan media
ungkapnya (instrumen). Tahun 1998, kelompok ini kembali berganti nama menjadi
Sambasunda. Nama ini boleh jadi sangat terinspirasi oleh salah satu lagu yang
menjadi andalan dalam album pertamanya Sambasunda. Tidak dapat dipungkiri kalau
nama itu sangat berbau latin, dan memang ada benarnya pula kalau gaya latin
tampak kental dalam musik-musik yang dibawakan Sambasunda. Samba yang nyunda,
mungkin secara sederhananya dapat dikatakan demikian. Kata samba dalam
pengertian Sunda merujuk pada anak-anak muda dalam masa pubertasnya yang penuh
semangat. Selain itu ada juga seorang tokoh wayang bernama Samba, Pangeran
Samba, putera dari Betara Kresna. Bukti-bukti diatas menegaskan bahwa kata
'samba' bukan hanya milik kebudayan latin.
Awal tahun 2000 kata Performing Arts digandengkan
dengan Sambasunda untuk menegaskan
bahwa kelompok ini tidak hanya menggarap bidang musik, tapi juga berbagi bidang
seni pertunjukan lainnya seperti seni tari dan teater. Selain itu cakupan
aktivitasnya diperluas. Tidak hanya sebagai penggarap seni, tetapi juga
melakukan usaha-usaha ke arah edukasional serta konservasi seni tradisi,
seperti kegiatan pelatihan, misi budaya, workshop serta kampanye pengenalan
seni tradisi pada anak-anak sekolah dasar dan menengah.
Pada bulan Mei 2002, Sambasunda turut memotori sebuah kegiatan yang melibatkan para
seniman Jawa Barat dalam acara "Sawengi di Tatar Sunda; Journey to the
Land of Beauty". Acara yang digelar di Hotel Mulia Jakarta serta
melibatkan sekitar 250 pendukung ini diresmikan langsung oleh Presiden Megawati
Sukarnoputri.
Masih dibulan Mei, Sambasunda turut berpartisipasi dalam festival yang diadakan Pemda
Riau bertema "Festival Gendang Serumpun Se-Asean" di Pekanbaru. Bulan
Nopember Sambasunda diundang pemerintah China untuk berpartisipasi dalam 2002
Nanning International Art Festival of Folksongs di kota Nanning-Guangxi. Pada
festival ini, Sambasunda membawakan lagu-lagu terdahulu serta beberapa
aransemen baru dari lagu-lagu daerah Nusantara
Pada tanggal 15-23 Juli 2006, Sambasunda juga turut tampil dalam Rhythm Sticks International Drum and Percussion Festival yang
berlangsung di Queen Elizabeth Hall di South Bank London. Samba Sunda juga
beberapa kali tampil dalam berbagai acara dalam negeri dan luar negeri, yang di
antaranya tercatat sebagai Best
Performance pada Multi Cultural Of
Asian Music Festival di Colombo Sri Lanka pada tahun 1999. Hal inilah yang
membuat Sambasunda menjadi world music.
Sumber :
http://sawali.info/2010/12/11/lokalitas-dalam-sastra-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar